Asal Usul Desa Mutih Wetan
Sejarah desa masih menarik minat sejarawan, karena hampir semua peristiwa sejarah berawal atau terjadi di daerah pedesaan. Desa sebagai kesatuan teritorial dan administratif yang terkecil di Indonesia, memiliki karakter dan ciri khas tersendiri disebabkan masing-masing desa atau daerah terbentuk melalui proses sejarah yang panjang, unik dan berbeda-beda. Demikian halnya dengan Desa Mutih Wetan Kecamatan Wedung Kabupaten Demak Jawa Tengah. Desa Mutih Wetan merupakan suatu desa yang terbentuk dari perjalanan sejarah yang panjang. Dimana terbentuknya desa ini bermula pada abad ke-16, tepatnya pada tahun 1556. Desa Mutih Wetan masih berupa hutan. Wilayah Desa Mutih Wetan dikelilingi oleh Sungai Serang yang bermuara ke laut Jawa. Sebelumnya, Desa Mutih Wetan terletak di selatan Desa yang kini dijadikan sebagai makam Maulana Jumadil Qubro Keramat.
Suatu ketika ada saudagar bernama Jumadil Qubro Kramat singgah ke pesisir laut jawa – tepatnya di desa Kedung Mutih. Hijrahnya Maulana Jumadil Qubro Kramat dikarenakan ia tengah dikejar para penyamun yang dikapteni oleh Sowikromo sekaligus untuk menyebarkan ajaran Islam ke Nusantara, terkhusus di wilayah Jawa Tengah. Pengembaraannya dilalui dengan membabat alas (membelah hutan) di tanah jawa. Kehidupan penduduk di sekitar daerah itu yang masih didominasi oleh penduduk yang beragama Hindu dan Budha menggugah semangat seorang Maulana Jumadil Qubro Kramat untuk berdakwah menyebarkan agama Islam dengan jalur damai.
Desa Mutih Wetan merupakan daerah yang subur dalam usaha menanamkan ajaran Islam. Proses penyebaran Islam yang dilalui melalui cara berdakwah seperti Walisongo memikat para penduduk untuk segera menyatakan keislaman. Kata Mutih sendiri bermakna suci [1]. Adapun menurut Bapak Sholihul Falak yang menyatakan bahwa Kata Mutih berasal dari cerita semasa Ratu Kalinyamat tengah berburu di hutan sekitar daerah Mutih – yang sebagian daerah masih berupa hutan. Tak selang lama, ia menangkap seekor kijang dan diikat di sebuah pohon. Maulana Jumadil Qubro Kramat tak sengaja menemukan kijang yang terikat tadi, segera ia melepas ikatan tersebut. Ratu Kalinyamat yang mendengar kijang buruannya dilepas menjadi murka dan menitah prajuritnya untuk membunuh orang yang melepas hewan hasil perburuannya.
“Bunuhlah saya, jika saya bersalah maka darah yang akan keluar dari tubuh saya berwarna merah. Jika yang saya lakukan adalah hal yang baik maka darah yang keluar akan putih”, ucap Maulana Jumadil Qubro Kramat. Seketika itu, para prajurit yang diberi titah oleh Ratu Kalinyamat menghunuskan pedang ke arah Maulana Jumadil Qubro Kramat. Sejurus kemudian, darah putih mengucur deras dari tubuh seorang Maulana Jumadil Qubro [2].
Narasumber :
[1] Bapak Musta’in. Wawancara. 24 September 2021.
[2] Bapak Sholihul Falak. Wawancara. 22 September 2021.